Hai wanita, dan juga lelaki di luar sana.
Disadari atau tidak, kalian pernah menuding jari ke wanita
(atau ke diri sendiri, bagi kalian yang merasa wanita),
atas sebuah kesalahan, yang memang dilakukan atau tidak.
Ya, wanita memang tidak pernah lepas dari rasa bersalah.
Semua yang terjadi,
jika itu suatu kesalahan, atau kecacatan,
wanita yang akan disalahkan.
jadi, di bagian hidup manakah wanita tidak bersalah?
Bahkan sejak dilahirkan, perempuan sudah bersalah karena dia perempuan.
“Ah, mengapa anakku tidak laki-laki? Siapa yang akan kasih makan aku nanti?”
pertanyaan klasik dari seorang ayah, yang merupakan seorang lelaki,
atau juga ibu, yang tidak sadar bahwa dia juga perempuan.
Ketika dia remaja, dia dipersalahkan atas krisis moral yang melanda masyarakatnya.
“Jangan keluar malam, ada dunia buas di luar sana!”
“Jangan pakai rok pendek, nanti mengundang nafsu lelaki hidung belang!”
“Salah KAU berpakaian terlalu seksi. Sekarang keperawanannmu telah direnggut lelaki itu.”
“Perempuan tak baik marah-marah!”
“Jalan pelan-pelan, nggak baik dilihat orang!”
“Pelankan suara! Perempuan ngomongnya harus lemah lembut.”
“Buat apa bertanding untuk menjadi ketua kelas? Biarkan lelaki saja yang memimpin. Itu memang sudah kodratnya.”
Mengapa?
Mengapa dunia di luar sana perlu membuaskan diri jika wanita keluar malam?
Mengapa nafsu lelaki hidung belang harus terundang jika melihat wanita memakai rok pendek?
Apakah perkosaan itu harus terjadi setiap kali wanita berpakaian seksi? Ada undang-undangnya?
Kalau memang harus marah, so what? Toh marah itu sebagian dari proses hormonisasi tubuh kita.
Terus kalau wanita dikejar anjing, digigit dan mati, dia dianugerahkan gelar pahlawan karena telah berbuat “baik”?
Dan kalau lelaki meninggikan suara itu suatu pertanda yang baik? Mengapa?
Kodrat mana yang memihak wanita kalau begitu?
Pada dasarnya perempuan memang sinonim dengan salah.
Ketika ayahnya tidak mampu membiayainya pergi ke sekolah, dia salah.
Ketika mahkotanya direnggut di usianya yang masih belasan tahun, dia salah.
Ketika kawin, dia salah.
Tidak kawin, apalagi? Salah dia juga.
Ketika suaminya menganiayanya, dia salah.
Ketika suaminya menceraikannya, dia salah.
Ketika anaknya terlantar, salah dia.
Dia sukses, dia salah.
Dia tidak sukses, dipersalahkan juga.
Berbuat baik, salah!
Berbuat salah, makin salah!
Dan adakah waktunya perempuan dianggap tidak bersalah?
Mungkin…
Mungkin ada ketika dia diam di dalam rumah, mendengar dongeng, menjahit, dan memasak.
Mungkin ketika dia diam saat ayahnya, abangnya, pamannya, atau bahkan kakeknya, orang asing baginya, merabah tubuh telanjangnya.
Mungkin ketika dia diam saat ahli politik mengambil semua hak bersuaranya.
Mungkin ketika dia diam saja ketika orang memarahinya.
Mungkin ketika dia diam sewaktu tanahnya dirampas, begitu juga dengan harta bendanya.
Mungkin ketika dia diam setelah suaminya menyimbah asam ke muka cantiknya.
Mungkin ketika dia menunduk ketika sekeliling mencemoohnya.
Mungkin ketika… ketika dia mati memeluk anaknya yang menangis kesakitan.
Dunia tidak adil bagi wanita. DUNIA, aku kata.
Dunia.
Dunia yang dicipta Tuhan
Tapi dibangun lelaki.
Dunia yang terlalu salah bagi wanita untuk bertahan hidup.
Dunia yang seharusnya nature, tapi hakikatnya culture.
Dunia yang seharusnya memihak pada perempuan, gadis, wanita, ibu, nenek.
karena dunia dimiliki oleh ibu pertiwi, ditemukan oleh nenek moyang,
diasuh oleh tangan-tangan lembut perempuan desa.
Lantas, mengapa perempuan masih dipersalahkan?
Disadari atau tidak, kalian pernah menuding jari ke wanita
(atau ke diri sendiri, bagi kalian yang merasa wanita),
atas sebuah kesalahan, yang memang dilakukan atau tidak.
Ya, wanita memang tidak pernah lepas dari rasa bersalah.
Semua yang terjadi,
jika itu suatu kesalahan, atau kecacatan,
wanita yang akan disalahkan.
jadi, di bagian hidup manakah wanita tidak bersalah?
Bahkan sejak dilahirkan, perempuan sudah bersalah karena dia perempuan.
“Ah, mengapa anakku tidak laki-laki? Siapa yang akan kasih makan aku nanti?”
pertanyaan klasik dari seorang ayah, yang merupakan seorang lelaki,
atau juga ibu, yang tidak sadar bahwa dia juga perempuan.
Ketika dia remaja, dia dipersalahkan atas krisis moral yang melanda masyarakatnya.
“Jangan keluar malam, ada dunia buas di luar sana!”
“Jangan pakai rok pendek, nanti mengundang nafsu lelaki hidung belang!”
“Salah KAU berpakaian terlalu seksi. Sekarang keperawanannmu telah direnggut lelaki itu.”
“Perempuan tak baik marah-marah!”
“Jalan pelan-pelan, nggak baik dilihat orang!”
“Pelankan suara! Perempuan ngomongnya harus lemah lembut.”
“Buat apa bertanding untuk menjadi ketua kelas? Biarkan lelaki saja yang memimpin. Itu memang sudah kodratnya.”
Mengapa?
Mengapa dunia di luar sana perlu membuaskan diri jika wanita keluar malam?
Mengapa nafsu lelaki hidung belang harus terundang jika melihat wanita memakai rok pendek?
Apakah perkosaan itu harus terjadi setiap kali wanita berpakaian seksi? Ada undang-undangnya?
Kalau memang harus marah, so what? Toh marah itu sebagian dari proses hormonisasi tubuh kita.
Terus kalau wanita dikejar anjing, digigit dan mati, dia dianugerahkan gelar pahlawan karena telah berbuat “baik”?
Dan kalau lelaki meninggikan suara itu suatu pertanda yang baik? Mengapa?
Kodrat mana yang memihak wanita kalau begitu?
Pada dasarnya perempuan memang sinonim dengan salah.
Ketika ayahnya tidak mampu membiayainya pergi ke sekolah, dia salah.
Ketika mahkotanya direnggut di usianya yang masih belasan tahun, dia salah.
Ketika kawin, dia salah.
Tidak kawin, apalagi? Salah dia juga.
Ketika suaminya menganiayanya, dia salah.
Ketika suaminya menceraikannya, dia salah.
Ketika anaknya terlantar, salah dia.
Dia sukses, dia salah.
Dia tidak sukses, dipersalahkan juga.
Berbuat baik, salah!
Berbuat salah, makin salah!
Dan adakah waktunya perempuan dianggap tidak bersalah?
Mungkin…
Mungkin ada ketika dia diam di dalam rumah, mendengar dongeng, menjahit, dan memasak.
Mungkin ketika dia diam saat ayahnya, abangnya, pamannya, atau bahkan kakeknya, orang asing baginya, merabah tubuh telanjangnya.
Mungkin ketika dia diam saat ahli politik mengambil semua hak bersuaranya.
Mungkin ketika dia diam saja ketika orang memarahinya.
Mungkin ketika dia diam sewaktu tanahnya dirampas, begitu juga dengan harta bendanya.
Mungkin ketika dia diam setelah suaminya menyimbah asam ke muka cantiknya.
Mungkin ketika dia menunduk ketika sekeliling mencemoohnya.
Mungkin ketika… ketika dia mati memeluk anaknya yang menangis kesakitan.
Dunia tidak adil bagi wanita. DUNIA, aku kata.
Dunia.
Dunia yang dicipta Tuhan
Tapi dibangun lelaki.
Dunia yang terlalu salah bagi wanita untuk bertahan hidup.
Dunia yang seharusnya nature, tapi hakikatnya culture.
Dunia yang seharusnya memihak pada perempuan, gadis, wanita, ibu, nenek.
karena dunia dimiliki oleh ibu pertiwi, ditemukan oleh nenek moyang,
diasuh oleh tangan-tangan lembut perempuan desa.
Lantas, mengapa perempuan masih dipersalahkan?
Karena perempuan masih lemah, kurang kuat. Padahal jumlah wanita lbh banyak d banding lelaki. Tp ttp saja kita lemah dihadapan lelaki. Krn hakikat kita memang hanya memelihara. Soal disalahkan krn berbagai hal, itu cukup sulit di jawab. Yg saya tau, saya hrs lbh kuat dan lebih tangguh dr lelaki.
ReplyDeleteKarena perempuan masih lemah, kurang kuat. Padahal jumlah wanita lbh banyak d banding lelaki. Tp ttp saja kita lemah dihadapan lelaki. Krn hakikat kita memang hanya memelihara. Soal disalahkan krn berbagai hal, itu cukup sulit di jawab. Yg saya tau, saya hrs lbh kuat dan lebih tangguh dr lelaki.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteterhau dengan perntaan yang memang sudah menjadi kenyataan ini. miris dan mungkin jawabannya ada di wanita sendiri yang tercipta sebagai makhluk yang kemah lembut dan sabar.. tapi perlu disadari bahwa wanita adalah sumber kehidupan di dunia ini.
ReplyDeleteHarus diperinci terlebih dahulu,salah dalam hal apa dulu? Secara umum wanita memang diciptakan lemah secara fisik dan agama dibanding laki-laki. Namun,wanita/perempuan tentu memiliki kelebihan lain yg tidak dimiliki oleh laki-laki. Karena Allah menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan. Tinggal kitanya sbg makhluk mampu mngambil sikap bijak atau tidak. Kita harus faham fungsi, peran,hak dan kewajiban kita masing2 scara adil. Adil disini maksudnya bukan kesetaraan gender. Adil disini maksudnya proporsional. Menempatkan sesuatu sesuai pada kondisi dan tempatnya. Itu adil. Jgn sampai wanita merasa iri dg apa yg sdh semestinya dilakukan atau mjd kodrat dan kewajiban para pria. Begitupun sebaliknya. Semoga Allah beri kita hidayah.
ReplyDelete