take it or explode it

Tuesday, May 1, 2012

Hari Buruh Sedunia dan demonstrasi di Indonesia, wajarkah?

10:24 AM Posted by Lily Rofil No comments
Salam bulan Mei

Tidak terasa bulan April sudah resmi berakhir digantikan oleh bulan Mei yang diawali dengan Hari Buruh Sedunia (HBS) atau lebih dikenali sebagai May Day.

Setiap tahun peringatan HBS ditandai dengan hari libur sehari baik bagi golongan buruh maupun golongan bukan buruh, termasuk para pelajar. Banyak yang menggunakan kesempatan hari libur ini untuk bersantai bersama keluarga, berlibur ke tempat pariwisata, bertemu kawan lama, dan tidak jarang juga dijadikan sebagai momentum untuk berdemonstrasi.

Gambar ilustrasi

Tidak dipungkiri lagi, setiap tanggal 1 Mei pasti ada demonstrasi jalanan dilakukan oleh beberapa kelompok buruh terutama di negara berkembang yang mana sektor buruh masih tinggi. Di Indonesia saja, hari ini jalan menuju Bandara Soekarno Hatta lumpuh disebabkan blokade oleh ribuan buruh yang menuntut pemerintah menghapus sistem kerja kontrak dan upah murah. Mereka melakukan aksi blokade dengan cara memarkir sepeda motor di Jalan Thamrin sehingga arus lalu lintas macet total. Akhirnya, polisi dan petugas dari Dinas Perhubungan Kota Tangerang terpaksa merayu mereka untuk membuka jalan demi kepentingan pengguna jalan yang lain, tetapi para buruh masih bersikukuh.

Ada juga golongan buruh yang memilih untuk berhimpun secara damai melalui rapat akbar seperti yang dilakukan oleh puluhan ribu buruh di Jawa Barat dan Jabodetabek. Para buruh yang berasal dari berbagi perserikatan buruh ini mengadakan orasi di stadiun Gelora Bung Karno menuntut perbaikan kesejahteraan buruh melalui upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral (UMS). Mereka juga menuntut agar sistem outsourcing dan kerja kontrak dihapuskan. Aksi ini relatif aman dan terkendali dengan adanya persembahan hiburan oleh grup band Slank.

Lain di Jakarta lain pula di kota lain. Dalam rangka memperingati HBS, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Mahasiswa Universitas Gajah Mada bersama-sama dengan masyarakat Jogja berdemo di depan gedung DPRD Jogjakarta. Sama halnya dengan tuntutan demo di Jakarta, mereka menyeru agar sistem outsourcing ditiadakan dan buruh diberi upah yang layak. Di Kediri pula, sekitar 400 pekerja pabrik rokok PT Topten Tobacco berunjuk rasa di depan gedung DPRD untuk menyerukan tuntutan yang sama.

Mengapa HBS selalu diwarnai dengan demonstrasi? Walaupun demonstrasi peringatan HBS tahun ini dilaporkan relatif aman dibanding tahun-tahun sebelumnya, mengapa tetap terjadi demonstrasi oleh para buruh dengan jumlah dan intensitas yang signifikan di negara kita? Tidak lain, ini disebabkan oleh tingkat kesejahteraan buruh di Indonesia yang masih rendah dan tidak mendapat sentuhan keprihatinan dari pemerintah secara sewajarnya. Suara mereka dibungkam atas ancaman pemecatan. Ini seperti yang terjadi di Bandar Lampung di mana banyak buruh takut bergabung perserikatan buruh dan turun ke jalan untuk berunjuk rasa karena sudah banyak terjadi pemecatan kepada buruh yang berani menuntut banyak. Upah minimum yang mereka terima juga masih rendah dan tidak sebanding dengan biaya hidup yang perlu dikeluarkan, terutama bagi para buruh di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Contohnya saja UMK Surabaya, di kota metropolitan ini, gaji minimum yang diterima buruh masih kurang dari 1,5 juta rupiah sebulan. Padahal melihat gaya hidup perkotaan yang dipamerkan, gaji sebanyak itu tidak akan mencukupi untuk makan sekeluarga. Belum lagi untuk urusan pendidikan dan kesehatan.

Jika memang pemerintah belum bisa memberi gaji yang layak bagi buruh, pemerintah seharusnya menyediakan lebih banyak fasilitas publik secara cuma-cuma. Untuk pendidikan dan kesehatan, misalnya, dua aspek penting masyarakat awam ini seharusnya menjadi tanggungan pemerintah sepenuhnya. Ini supaya keluarga berpendapatan rendah tidak terpaksa mengorbankan pendidikan dan kesehatan demi memenuhi keperluan hidup lainnya. Kesehatan diperlukan untuk kelangsungan hidup. Pendidikan sangat penting bagi pembangunan sumber daya manusia di negara. Namun perlu digarisbawahi juga bahwa lapangan pekerjaan juga harus seimbang dengan jumlah manusia terdidik agar mereka tidak terpaksa menjadi buruh kelak setelah menamatkan pendidikan. Ini penting agar lingkaran buruh dapat diminimalisir sehingga negara kita dapat menumpukan perhatian untuk melahirkan tenaga profesional.

Banyak negara yang sudah beralih kepada penyediaan tenaga profesional. Sebut saja Malaysia, sektor perburuhan tidak lagi diisi oleh rakyatnya sendiri. Malah sektor ini diambil alih oleh "buruh ekspor" dari negara-negara tetangga, termasuk dari Indonesia. Walaupun minim kebajikan, para buruh ini masih bisa menikmati upah minimum yang cukup tinggi dibanding upah minimum di negara asalnya. Gaji minimum di semenanjung Malaysia untuk sektor ekonomi adalah sekitar 2.75 juta rupiah sebulan. Ini berlaku untuk rakyat Malaysia dan juga pekerja asing di negara Menara Kembar tersebut. Khususnya bagi rakyat Malaysia, kebajikan publik sangat diperhatikan oleh pemerintah melalui pendidikan gratis sampai lulus sekolah menengah dan biaya pengobatan yang sangat murah. Tidak heran jika demonstrasi pada HBS sangat jarang terjadi di Malaysia.

Jika pemerintah Indonesia lebih memperhatikan nasib buruh dan rakyat Indonesia pada umumnya dengan memajukan infrastruktur awam dan pemberian layanan publik secara optimal, hal-hal seperti demonstrasi untuk melepaskan kekecewaan atau menyampaikan tuntutan dapat dikurangi. Perlu adanya inisiatif positif dari pihak pemerintah untuk memenuhi tuntutan para buruh agar nasib mereka lebih sejahtera dan tidak terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Sektor lapangan pekerjaan perlu juga dimajukan agar rakyat Indonesia tidak perlu bersusah payah ke luar negara untuk menjadi buruh yang berpotensi berhadapan dengan masalah sosial dan kemanusiaan. Harapannya, Indonesia bisa menjadi lebih baik dengan pemerintahan yang bersih dari korupsi dan rakyat, terutama golongan minoritas, mendapat kesejahteraan yang layak.


sumber:
MetroTV
Kompas
Antaranews
Jakpost

0 comments:

Post a Comment